Aceh merupakan salah
satu wilayah di Indonesia yang memiliki Seni tari tradisional yang menarik dan
populer, hal ini menunjukkan kreativitas anak bangsa di Aceh, meskipun jauh
dari ibu kota dan merupakan salah satu wilayah paling ujung yang berbatasan
langsung dengan Negara lain.
Aceh
atau dikenal dengan sebutan Nangro Aceh Darusalam, memilki kultur dan seninya
yang khas, sehingga hal ini menjadi salah satu daya tarik tersendiri yang
menjadi nilai wisata di aceh. Tarian di aceh ini dapat disajikan sebagai sebuah
paket wisata, sebab disini tersedia SDM yang kreatif yang benar-benar memahami
dan menggemari kesenian Aceh yang ada. Selain itu juga didukung oleh
pemain-pemain seni tari yang penuh didikasi mau belajar dengan sungguh-sungguh
untuk keperluan penyajian paket wisata budaya.
Dari
berbagai budaya yang ada di Aceh, seni tari merupakan salah satu budaya yang
sangat populer dari wilayah ini yang mampu mewakili eksisteni seni di
nusantara, tidak hanya itu, seni tari dari aceh sering kali dipertunjukkan di
berbagai wilayah mancanegara. Seni budaya dimiliki ini menjadi paket-paket yang
sangat menarik karena memperlihatkan ke khasannya tersendiri, proses
pengolahannya menuntut kemampuan estetika dan pandangan kedepan yang sesuai
dengan landasan ideal masyarakat dan tidak meyimpang dari ciri-ciri kepribadian
masyarakat aceh yang islami dan tidak menyimpan dari spirit keislaman dan ini
terlihat jelas dalam berbagai tarian, baik sedati saman, debus, ranup lampuan
dan taraian tradisional lainnya. Adapun Seni Tari dari Aceh antara lain sebagai
berikut :
1. Tari Ula-Ula Lembing
Tari
Ula-ula Lembing merupakan tarian daerah Aceh Tamiang. Tarian Ula-ula Lembing
ditarikan oleh 12 orang atau lebih berputar-butar ke sekeliling panggung bagai
ular. Tarian ini harus dibawakan dengan penjiwaan yang lincah dan ceria. Tari
Ula-ula Lembing adalah salah satu tarian daerah dari Kabupaten Aceh Tamiang.
Tarian ini ditarikan dengan melingkar menyerupai ular, dengan gerakan yang
lincah dan dinamis.
2. Tari
Likok Pulo
Tari Likok Pulo adalah sebuah tarian tradisional yang berasal dari Aceh, Indonesia. "Likok" berarti gerak tari, sementara "Pulo" berarti pulau. Pulo di sini merujuk pada sebuah pulau kecil di ujung utara Pulau Sumatera yang juga disebut Pulau Breuh, atau Pulau Beras.
Tarian
ini lahir sekitar tahun 1849, diciptakan oleh seorang ulama tua berasal dari
Arab yang hanyut di laut dan terdampar di Pulo Aceh. Tari ini diadakan sesudah
menanam padi atau sesudah panen padi, biasanya pertunjukan dilangsungkan pada
malam hari bahkan jika tarian dipertandingkan dapat berjalan semalam suntuk
sampai pagi. Tarian dimainkan dengan posisi duduk bersimpuh, berbanjar, atau
bahu membahu.
3.
Tari Pho
Tari
Pho adalah tari yang berasal dari Aceh. Perkataan Pho berasal dari kata peubae,
peubae artinya meratoh atau meratap. Pho adalah panggilan atau sebutan
penghormatan dari rakyat hamba kepada Yang Mahakuasa yaitu Po Teu Allah. Bila
raja yang sudah almarhum disebut Po Teumeureuhom.
Tarian
ini dibawakan oleh para wanita, dahulu biasanya dilakukan pada kematian orang
besar dan raja-raja, yang didasarkan atas permohonan kepada Yang Mahakuasa,
mengeluarkan isi hati yang sedih karena ditimpa kemalangan atau meratap
melahirkan kesedihan-kesedihan yang diiringi ratap tangis. Sejak berkembangnya
agama Islam, tarian ini tidak lagi ditonjolkan pada waktu kematian, dan telah
menjadi kesenian rakyat yang sering ditampilkan pada upacara-upacara adat.
4.
Tari Ranup Lampuan
Tari
Ranub Lampuan sangat terkenal di Aceh. Tari ini biasanya dimainkan untuk
menyambut tamu terhormat dan pejabat-pejabat yang berkunjung ke Aceh. Tari ini
juga di tampilkan pada acara-acara khusus, seperti para acara Preh linto, Tueng
Dara Baro. Tarian ini dimainkan oleh tujuh orang penari wanita dan diiringi
dengan instrumen musik tradisional Seurunee Kalee. Penari ditangannya memegang
Cerana atau Puan yang yang didalamnya berisi sirih (ranub) yang akan diberikan
kepada tamu-tamu sebagai tanda kemuliaan bagi tamu-tamunya. Tari Ranub Lampuan
gubahan dari Tarian Aceh.
5.
Tari Rapa'i Geleng
Rapai
adalah jenis tamborin yang biasanya dipakai untuk mengiringi sebuah lagu atau
tarian. Permainan Rapai telah dikembangkan dan diiringi dengan lagu-lagu dan
berbagai macam lenggak-lenggok yang indah. Ini merupakan dobrakan penampilan
sebuah tarian baru yang disebut “Rapai Geleng”. Tarian ini dimainkan oleh 11
sampai 12 orang penari dan setiap mereka memainkan Rapai (tamborin kecil).
Sambil bermain Rapai dan menyanyikan lagu, mereka melakukan berbagai gerakan
tubuh yaitu tangan, kepala, dan lain-lain. Gerakan para penari hampir sama
dengan tarian Saman tetapi menggunakan Rapai. Tarian ini juga sangat dinikmati
dan menyenangkan.
6.
Tari Seudati
Seudati
adalah perpaduan antara seni suara dan seni tari. Seni Seudati adalah jenis
kesenian yang diciptakan setelah berdiri masyarakat islam Aceh yang berfungsi
sebagai dakwah dan hiburan. Seudati juga bernama Saman yang berasal kata dari
bahasa Arab yang berarti delapan. Dinamakan saman karena para pemainnya terdiri
dari delapan orang yaitu Syekh dan para pembantunya berpakaian seragam, yaitu
celana pantalon hitam atau putih, baju kaos putih berlengan panjang, di kepala
para penari memakai tangkulok.
7.
Tari Tarek Pukat
Tari
ini merupakan tarian yang diangkat dari kehidupan nelayan pesisir aceh yaitu
membuat jarring “pukat” dan menangkap ikan dengan jaring ditengah laut. Suasana
menarik pukat dengan harapan mendapat ikan yang banyak dinyatakan dengan
semangat kerja keras da riang gembira yang sekali-kali terdengar teriakan
senang pawang laut.
8.
Tari Saman
Tari
Saman diciptakan dan dikembangkan oleh seorang tokoh islam bernama Syeh Saman,
beliau menciptakan syairnya dengan menggunakan bahasa arab dan bahasa aceh
dengan iringan gerakan-gerakan tangan dan syair yang dilagukan membuat seuasana
menjadi gembira, gerakan tepukan dada, tepukan diatas lutut, mengangkat tangan
secara bergantian dengan gerakan dan kecepatan yang serasi menjadi ceri
khasnya.
9.
Tari Bines
Tari
Bines merupakan tarian tradisional yang berasal dari kabupaten Gayo Lues.
Tarian ini muncul dan berkembang di Aceh Tengah namun kemudian dibawa ke Aceh
Timur. Menurut sejarah tarian ini diperkenalkan oleh seorang ulama bernama
Syech Saman dalam rangka berdakwah.Tari ini ditarikan oleh para wanita dengan
cara duduk berjajar sambil menyanyikan syair yang berisikan dakwah atau
informasi pembangunan. Para penari melakukan gerakan dengan perlahan kemudian
berangsur-angsur menjadi cepat dan akhirnya berhenti seketika secara serentak.
Tari
ini juga merupakan bagian dari Tari Saman saat penampilannya. Hal yang menarik
dari tari Bines adalah beberapa saat mereka diberi uang oleh pemuda dari desa
undangan dengan menaruhnya diatas kepala perempuan yang menari.
10.
Tari Didong
Didong
adalah sebuah kesenian rakyat Gayo yang memadukan unsur tari, vokal, dan
sastra. Didong dimulai sejak zaman Reje Linge XIII. Salah seorang seniman yang
peduli pada kesenian ini adalah Abdul Kadir To`et. Kesenian didong lebih
digemari oleh masyarakat Takengon dan Bener Meriah.
Ada
yang berpendapat bahwa kata “didong” mendekati pengertian kata “denang” atau
“donang” yang artinya “nyanyian sambil bekerja atau untuk menghibur hati atau
bersama-sama dengan bunyi-bunyian”. Dan, ada pula yang berpendapat bahwa Didong
berasal dari kata “din” dan “dong”. “Din” berarti Agama dan “dong” berarti
Dakwah.
Satu
kelompok kesenian didong biasanya terdiri dari para “ceh” dan anggota lainnya
yang disebut dengan “penunung”. Jumlahnya dapat mencapai 30 orang, yang terdiri
atas 4--5 orang ceh dan sisanya adalah penunung. Ceh adalah orang yang dituntut
memiliki bakat yang komplit dan mempunyai kreativitas yang tinggi. Ia harus
mampu menciptakan puisi-puisi dan mampu menyanyi. Penguasaan terhadap lagu-lagu
juga diperlukan karena satu lagu belum tentu cocok dengan karya sastra yang
berbeda. Anggota kelompok didong ini umumnya adalah laki-laki dewasa. Namun,
dewasa ini ada juga yang anggotanya perempuan-perempuan dewasa. Selain itu, ada
juga kelompok remaja. Malahan, ada juga kelompok didong remaja yang campur
(laki-laki dan perempuan). Dalam kelompok campuran ini biasanya perempuan hanya
terbatas sebagai seorang Céh. Peralatan yang dipergunakan pada mulanya bantal
(tepukan bantal) dan tangan (tepukan tangan dari para pemainnya). Namun, dalam
perkembangan selanjutnya ada juga yang menggunakan seruling, harmonika, dan
alat musik lainnya yang disisipi dengan gerak pengiring yang relatif sederhana,
yaitu menggerakkan badan ke depan atau ke samping.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar