Tapanuli
Utara
Tari Tor-Tor Tujuh Cawan
Tari Tor-Tor Tujuh Cawan tidak bisa dipelajari sembarangan orang
kecuali kalau memang sudah jodoh. Lewat turun temurun, tarian tujuh cawan
dianggap sebagai tarian paling unik karena sang penari harus menjaga keseimbangan
tujuh cawan yang diletakkan di kedua belah tangan kanan dan kiri tiga serta
satu di kepala.
Tarian
tujuh cawan mengandung arti pada setiap cawannya. Untuk cawan 1 mengandung
makna kebijakan, cawan 2 kesucian, cawan 3 kekuatan, cawan 4 tatanan hidup,
cawan 5 hukum, cawan 6 adat dan budaya, cawan 7 penyucian atau pengobatan.
Kegunaan lain dari tarian ini adalah untuk membuang semua penghalang bagi orang
yang hadir disitu, tentunya bagi yang percaya. Biasanya manusia punya kegagalan
karna ada penghalang bawaan dari lahir, karma, guna-guna, atau akibat perbuatan
sendiri.
Dari
segi budaya, tarian ini merupakan tarian spiritual tertinggi di Danau Toba.
Sekarang tarian ini juga digunakan untuk pelantikan menteri, walikota, bupati
dll. Dari dulu tarian ini sudah menjadi kebanggan di kalangan orang Batak.
Tarian ini juga dulunya digelar di opera Batak.
Gerakannya
se-irama dengan iringan musik (Margondang) yangdimainkan dengan alat-alat musik
tradisional seperti gondang,suling, terompet batak, dan lain-lain.
Tor-Tor
Tongkat Panaluan
Tari
tongkat Panaluan adalah sebuah tongkat yang bersifat magis dan terbuat dari
kayu yang telah diukir dengan gambar kepala manusia dan binatang, panjang
tongkat tersebut diperkirakan lebih kurang 2 (dua ) meter sedangkan tebalnya /
besarnya kira – kira 5-6 cm..
Dalam suku batak tongkat panaluan dipakai oleh para datu dalam upacara ritus, dan tongkat ini dipakai para datu (dukun) dengan tarian tortor yang diiringi gondang (gendang) sabangunan.
Konon menurut sejarah suku batak bahwa Tunggal Panaluan ini merupakan fakta sejarah yang memiliki kisah hubungan terlarang, pada dahulu kala ada seorang raja yang tinggal di desa Sidogor dogor Pangururan di pulau Samosir di teluk perpisahan antara darat dan air, Raja ini bernama Guru Hatiabulan dengan memiliki seorang istri bernama Nan Sindak Panaluan.
Dalam suku batak tongkat panaluan dipakai oleh para datu dalam upacara ritus, dan tongkat ini dipakai para datu (dukun) dengan tarian tortor yang diiringi gondang (gendang) sabangunan.
Konon menurut sejarah suku batak bahwa Tunggal Panaluan ini merupakan fakta sejarah yang memiliki kisah hubungan terlarang, pada dahulu kala ada seorang raja yang tinggal di desa Sidogor dogor Pangururan di pulau Samosir di teluk perpisahan antara darat dan air, Raja ini bernama Guru Hatiabulan dengan memiliki seorang istri bernama Nan Sindak Panaluan.
Tor-Tor
Sigale-Gale
Sigale-gale
merupakan pertunjukan kesenian dari daerah Tapanuli Utara. SiGale-gale adalah
nama sebuah patung yang terbuat dari kayu yang berfungsi sebagai pengganti anak
raja Samosir yang telah meninggal. Untuk menghibur raja maka dibuatlah patung
kayu yang di beri nama sigale-gale dan di gerakkan oleh manusia.
Tari
Souan
Tari ini berasal dari
daerah Tapanuli Utara. Tari ini merupakan tari ritual, dahulunya tari ini
dibawakan oleh dukun sambil membawa cawan berisi sesajen yang Sebagai media
penyembuhan penyakit bagi masyarakat Tapanuli Utara.
Tapanuli
Selatan
Tari Endeng-Endeng
Endeng-endeng
dapat dikategorikan sebuah perpaduan tarian dan pencak silat. Tradisi ini
lazimnya dilakukan masyarakat yang sedang menggelar pesat khitanan (sunat
rasul) atau malam pesta perkawinan oleh masyarakat.Tari ini menggambarkan
semangat dan ekspresi gembira masyarakat sehari- hari. Tari endeng-endeng
merupan tari tradisi yang berasal dari daerah Tapanuli Selatan. Dalam
penampilannya, endeng-endeng dimainkan oleh sepuluh pemain yakni dua orang bertugas
sebagai vokalis, satu orang pemain keyboard, satu orang pemain tamborin, lima
orang penabuh gendang, dan seorang pemain ketipung (gendang kecil). Biasanya
lagu yang dibawakan berbahasa Tapanuli Selatan. Setiap tampil, kesenian ini
memakan waktu empat jam. Daya tarik kesenian ini adalah joget dan tariannya
yang ceria, sesuai dengan lagu-lagu yang dibawakan.
Simalungun
v Tari Toping-Toping (Huda-Huda)
Toping-toping
adalah jenis tarian tradisional dari suku Batak Simalungun yang dilaksanakan
pada acara duka cita di kalangan keluarga Kerajaan. Toping-toping atau
huda-huda ini terdiri dari 2 (dua) bagian,bagian pertama yaitu
huda-huda yang dibuat dari kain dan memiliki paruh burung enggang yang
menyerupai kepala burung enggang yang konon menurut cerita orang tua bahwa
burung enggang inilah yang akan membawa roh yang telah meninggal untuk
menghadap yang kuasa, bagian keduaadalah manusia memakai topeng
yang disebut topeng dalahi dan topeng ini dipakai oleh kaum laki-laki dan wajah
topeng juga menyerupai wajah laki-laki dan kemudia topeng daboru dan yang
memakai topeng ini adalah perempuan karena topeng ini menyerupai wajah
perempuan (daboru).
Pada
Zaman dahulu penampilan huda-huda atau toping-toping dan tangis-tangis hanya
dilaksanakan dikalangan keluarga kerajaan saja.
Tari Manduda
Tari
ini berasal dari daerah Simalungun, menggambarkan kehidupan petani yang sedang
turun kesawah dengan suasana gembira, mulai menanam padi hingga sampai kepada
suasana menuai padi. Gerak memotong padi, mengirik dan menampis padi tergambar
melaui motif-motif gerakannya yang lemah gemulai dan lincah.
Nias
v Balanse Madam
Tari
Balanse Madam sebuah tari tradisional yang terdapat di Seberang Palinggam Kota
Padang, yang menjadi milik dan warisan budaya masyarakat Suku Nias Kota Padang.
Tari Balanse Madam merupakan sebuah kesenian tari yang berupa peninggalan
budaya lama yang telah ditransmisikan secara turun temurun dalam masyarakat
suku Nias di Seberang Palinggam.
Sejarah
keberadaan Tari Balanse Madam tidak terlepas dari kehadiran bangsa Portugis di
pantai barat pulau Sumatera pada abad ke enam belas. Kedatangan bangsa Portugis
ke Kota Padang telah membawa dampak terhadap tumbuhnya kesenian di Padang waktu
itu, diantaranya tari Balanse Madam dan Musik Gamad. Nosafirman (1998: 2)
menjelaskan seabad sebelum tanggal 7 Agustus tahun 1669, Namun kampung ini
mulai ramai sejak orang-orang Portugis dan Aceh berdatangan untuk berdagang ke
Kota Padang pada masa itu.Menilik kehadiran bangsa Portugis ke Padang sebagai
pedagang, maka bersamaan itu pula berdatangan penduduk imigran dari pulau Nias
untuk bekerja sebagai buruh atau pembantu di pelabuhan bagi bangsa
Portugis. Dengan
dipekerjakannya orang-orang Nias yang berada di Padang oleh Portugis, maka
terjadilah relasi sosial budaya antara kedua suku bangsa tersebut, sehingga
menularkan suatu bentuk kesenian yakni tari Balanse Madam. Awal lahirnya Tari
Balanse Madam adalah akibat seringnya terjadi kontak (hubungan) sosial antara
bangsa Portugis sebagai majikan dengan orang Nias sebagai bawahan atau pekerja.
Setiap pesta yang dilakukan oleh bangsa Portugis baik di kapal ataupun di
daratan selalu diperkenalkan tarian yang berbentuk tari pergaulan seperti dansa
kepada orang-orang Nias.
Tari Baluse
Tari
baluse merupakan tari perang ala masyarakat Nias. Tarian ini berasal dari Nias
Selatan. Sekarang ini, tari baluse biasanya digunakan untuk penyambutan tamu
atau wisatawan.
Tari Maena
Maena
merupakan tarian yang sangat simpel dan sederhana, tetapi mengandung makna
kebersamaan, kegembiraan, kemeriahan, yang tak kalah menariknya dengan
tarian-tarian yang ada di Nusantara. Tari maena tidak memerlukan keahlian
khusus. Gerakannya yang sederhana telah membuat hampir semua orang bisa
melakukannya. Kendala atau kesulitan satu-satunya adalah terletak pada
rangkaian pantun-pantun maena (fanutunõ maena), supaya bisa sesuai dengan event
dimana maena itu dilakukan. Pantun maena biasanya dibawakan oleh satu orang
atau dua orang dan disebut sebagai sanutunõ maena, sedangkan syair maena
(fanehe maena) disuarakan oleh orang banyak yang ikut dalam tarian maena dan
disebut sebagai sanehe maena/ono maena. Syair maena bersifat tetap dan terus
diulang-ulang/disuarakan oleh peserta maena setelah selesai dilantunkannya
pantun-pantun maena, sampai berakhirnya sebuah tarian maena. Pantun maena
dibawakan oleh orang yang fasih bertuntun bahasa Nias (amaedola/duma-duma),
namun seiring oleh perkembangan peradaban yang canggih dan moderen,
pantun-pantun maena yang khas li nono niha sudah banyak menghilang, bahkan
banyak tercampur oleh bahasa Indonesia dalam penuturannya, ini bisa kita
dengarkan kalau ada acara-acara maena di kota-kota besar. Maena boleh dibilang
sebuah tarian seremonial dan kolosal dari Suku Nias, karena tidak ada batasan
jumlah yang boleh ikut dalam tarian ini. Semakin banyak peserta tari maena,
semakin semangat pula tarian dan goyangan (fataelusa) maenanya. Maena biasanya
dilakukan dalam acara perkawinan (falõwa/fangowalu) dan pesta (owasa/folau
õri).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar